BFC, BANGKA BARAT — Di Dusun Jelitik Desa Ibul Kecamatan Kelapa Kabupaten Bangka Barat, setiap kali hujan turun, sebagian warga tidak lagi menatap langit dengan rasa syukur. Yang datang bukan berkah, justru air kotor yang meluap dari kanal kebun sawit milik PT Bukit Permata Estate (BPE).
Dua jam saja hujan turun, maka air berwarna hitam dan berlumpur akan membanjiri kebun warga yang bersebelahan dengan perkebunan sawit PT Bukit Permata Estate.
Di balik genangan itu, mengalir cerita tentang kekuasaan, uang, dan warga yang kehilangan suara.
Warga yang bermukim di sekitar areal perkebunan sawit PT Bukit Permata Estate (BPE) kini hidup dalam kekhawatiran setiap kali hujan turun. Bukannya membawa berkah, hujan justru memicu banjir yang menggenangi kebun dan lahan pertanian warga, akibat luapan air dari kanal perusahaan.
“Persoalan ini memuncak dua bulan terakhir ini, sejak Pak David memimpin PT BPE, sebelumnya masih bisa kami toleransi. Tapi belakangan dengan adanya pembuatan kanal di perkebunan PT BPE zaman Pak David ini, air meluap ke kebun-kebun kami,” ujar Ilan, salah satu pengelolah kebun sawit yang bersebelahan dengan perkebunan PT BPE di kawasan Dusun Jelitik Desa Ibul, Senin (20/10/2025).

Kanal Perusahaan Jadi Sumber Genangan
Didampingi mantan Ketua Kampung Jelitik Jali dan sejumlah warga lainnya, Ilan menjelaskan masalah bermula ketika pihak perusahaan membuat kanal pembuangan air dari areal inti perkebunan.
Kanal itu seharusnya berfungsi menyalurkan air hujan dan limpasan dari lahan sawit agar tidak menimbulkan genangan di area produksi.
“Namun, aliran air justru diarahkan ke saluran alami yang melewati kebun milik warga. Akibatnya, setiap kali hujan lebat turun, air dari kanal perusahaan meluap dan membanjiri kebun masyarakat di perbatasan dengan kebun sawit mereka,” tukas Ilan, sembari menunjukkan kanal yang dibuat oleh PT BPE.
“Kalo hujan, airnya deras sekali, datang dari arah kebun sawit itu. Ladang padi saya tidak jauh dari perbatasan kebun sawit PT. Itu coba lihat, sebagian tanah warga di sini juga terendam oleh air yang dialirkan dari perkebunan mereka,” timpal Jali (52).
Drainase yang Tidak Tertata
Untuk mencari kebenaran informasi, Tim Media ini bersama Ilan dan sejumlah warga mendatangi lokasi yang dikeluhkan mereka.
Dari pantauan lapangan, terlihat parit besar yang dibuat perusahaan memang berujung langsung ke aliran yang melintasi kebun warga. Tidak ada sistem pengendali air atau buffer zone seperti yang seharusnya ada dalam tata kelola perkebunan berkelanjutan.
“Kalau diatur baik, mestinya air dialirkan ke kolam penampung dulu, bukan langsung dibuang ke lahan warga. Ini jelas kesalahan teknis dan etika,” ujar Ilan.

Menurut Ilan, kondisi ini bukan sekadar kelalaian, tapi juga mencerminkan ketidakpatuhan perusahaan terhadap prinsip pengelolaan lingkungan hidup.
Potensi Sanksi Hukum bagi Perusahaan
Dari sisi hukum, tindakan PT Bukit Permata Estate ini dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum lingkungan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pasal 69 ayat (1) huruf e menegaskan, setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
Jika terbukti bahwa sistem drainase perusahaan menyebabkan kerusakan tanaman dan genangan di lahan warga, pihak manajemen bisa dikenai sanksi administratif hingga pidana.
Tanggung jawab perusahaan tidak berhenti pada perbaikan teknis semata.
“Mereka wajib melakukan pemulihan lingkungan dan mengganti kerugian warga. Selain itu, jika ada unsur kelalaian atau kesengajaan, penegak hukum bisa menindak sesuai aturan pidana lingkungan,” tegasnya.
Solusi dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Sebagai bentuk tanggung jawab hukum dan sosial, PT Bukit Permata Estate seharusnya segera:
1. Melakukan audit lingkungan independen untuk mengevaluasi sistem kanal dan aliran air.
2, Membangun kolam retensi atau penampungan limbah air, agar tidak langsung dibuang ke kebun warga.
3. Memberikan kompensasi atau ganti rugi bagi warga yang lahannya rusak.
4. Melibatkan masyarakat lokal dalam perencanaan tata air dan pemantauan lingkungan.
“Kalau mereka benar-benar beritikad baik, selesaikan ini secara adil. Jangan biarkan kami menanggung dampak dari kebijakan yang salah,” ujar Riko, salah warga Dusun Jelitik lainnya.
Menunggu Itikad Baik PT BPE
Hingga kini, pihak PT Bukit Permata Estate belum memberi klarifikasi resmi kepada publik.
Sementara itu, warga berharap ada tindakan nyata dari pemerintah daerah dan instansi lingkungan hidup.
“Jangan tunggu sampai ada korban baru bergerak. Kami cuma ingin hidup tenang dan kebun kami tidak banjir lagi,” tandas Ilan.
Kasus PT Bukit Permata Estate ini menjadi cermin persoalan klasik di sektor perkebunan sawit lemahnya pengawasan, minimnya tanggung jawab sosial, dan warga yang harus menanggung akibatnya.
Pemerintah daerah dan penegak hukum diminta tidak tutup mata atas dugaan pelanggaran ini.
Untuk mendapatkan penjelasan terkait persoalan ini, Tim Media ini mencoba mendatangi Kantor PT BPE di Jalan Pangkalpinang-Mentok Km 85 Desa Terentang Kabupaten Bangka Barat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung kode pos 33364, Senin (20/10/2025) sekitar pukul 13.00 WIB.
Hanya saja, saat didatangi kantor PT BPE, Askep PT BPE David P Napitupulu sedang tidak ada ditempat.
Menurut salah satu pekerja, seorang wanita paruh baya, Askep David sedang keluar.
“Coba Bapak ke rumahnya, siapa tahu Pak David ada di rumah,” ujar wanita ini sembari menunjukkan satu rumah yang tidak jauh dari Kantor PT BPE.
Saat tim media mendatangi rumah yang dimaksud, dan diketok-ketok sampai tiga kali berulang, tidak satupun orang yang menyahut salam apalagi membuka pintu. (red).
Editor: Bangdoi Ahada


 
											



