BFC, PANGKAL PINANG — Nama Herman Fu, sosok yang diduga sebagai salah satu “dalang besar” aktivitas pertambangan ilegal di kawasan hutan Nadi, Lubuk Lingkuk, dan Sarang Ikan, Bangka Tengah, kembali menjadi sorotan publik.
Setelah sempat diisukan “bobo siang di Singapura” selama aparat penegak hukum memburu sejumlah pemain besar kasus timah ilegal, Herman Fu justru tiba-tiba muncul di Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepulauan Bangka Belitung pada Jumat (14/11/2025) sekitar pukul 09.05 WIB.
Awak media yang berada di lokasi mendapati Herman Fu memasuki kompleks Kejati Babel menggunakan mobil Toyota Innova hitam berpelat BN 1895 PI.
Ia memarkir mobilnya di area belakang gedung, sebuah area yang biasanya tidak digunakan oleh tamu publik, sehingga memunculkan tanda tanya tersendiri.
Mengenakan kaos warna hijau dan celana jeans biru, Herman Fu masuk ke gedung penyidik Kejati tanpa memberikan pernyataan apa pun.
Ia baru terlihat keluar sekitar pukul 11.45 WIB, atau lebih dari dua jam berada di dalam ruangan yang hingga kini tidak dijelaskan oleh pihak Kejati.

Kejati Masih Diam, Publik Makin Bingung
Hingga berita ini diturunkan, pihak Kejati Babel belum memberikan keterangan resmi:
Apakah Herman Fu dipanggil?
Apakah ia sedang diperiksa?
Apakah ia menyerahkan dokumen tertentu?
Atau sekadar bertamu santai dan bersilahturrahm ?
Sumber internal Kejati yang biasanya cepat merespons juga memilih diam. Tidak ada konferensi pers, tidak ada rilis resmi, tidak ada penjelasan kronologis.
Kekosongan informasi inilah yang memicu berbagai dugaan.
“Mungkin mereka sedang menyusun narasi bersama Herman Fu, supaya nanti penjelasan umum yang keluar bisa membuat seolah-olah Herman dan gengnya tidak bersalah,” ujar seorang jurnalis senior yang berada di lokasi, sembari tersenyum penuh makna.
Sentimen publik pun menguat: apakah benar ada perlakuan khusus terhadap para bos tambang?
Pernyataan Herman Fu: Singkat, Aneh, dan Tidak Menjawab
Ketika dicegat awak media, Herman Fu memilih diam. Hanya sebuah kalimat pendek yang ia keluarkan:
“Bukan diperiksa.”
Tidak dijelaskan apa maksudnya, keperluan apa yang mengharuskannya datang ke Kejati Babel, atau mengapa ia berada dalam ruangan penyidik selama lebih dari dua jam.
Keanehan ini justru memperkuat kesangsian publik bahwa ada “komunikasi informal” antara Herman Fu dan pejabat tertentu.
Latar Belakang Masalah: Tambang Ilegal Bernilai Ratusan Miliar
Nama Herman Fu muncul dalam berbagai laporan investigatif mengenai tambang ilegal dalam kawasan hutan di Bangka Tengah. Modus yang diduga dilakukan antara lain:
1. Pengelolaan tambang tanpa izin resmi.
2. Diduga mengendalikan jaringan operator alat berat di lapangan.
3. Mengalirkan hasil tambang melalui jalur-jalur transaksi gelap.
4. Diduga memiliki hubungan dengan beberapa pemodal besar dan oknum aparat.
Lokasi tambang Nadi, Lubuk Lingkuk, dan Sarang Ikan merupakan kawasan hutan yang secara hukum dilindungi.
Penambangan di lokasi tersebut melanggar berbagai aturan, termasuk UU 3/2020 tentang Minerba, UU Kehutanan, hingga jerat tindak pidana korupsi jika melibatkan penyalahgunaan kewenangan.
Namun hingga kini, tidak ada satu pun bos besar yang ditahan. Publik pun mulai melihat adanya ketimpangan penegakan hukum: eksekutor lapangan ditangkap, tetapi para pengendali tetap bebas.
Mengapa Penjelasan Kejati Sangat Penting?
Kehadiran Herman Fu di Kejati tanpa penjelasan resmi berpotensi memicu beberapa persepsi serius:
1. Dugaan Negosiasi Terselubung
Dua jam di ruangan penyidik tanpa status resmi dapat menimbulkan dugaan bahwa ada “komunikasi nonprosedural”.
2. Dugaan Persekongkolan Narasi
Publik bertanya: apakah Kejati sedang menyusun rilis publik bersama seorang terduga pelaku?
3. Pelemahan Kepercayaan Publik
Penegakan hukum kasus timah di Babel selama ini dipandang tumpul ke atas, tajam ke bawah. Kejadian ini semakin memperburuk citra tersebut.
4. Potensi Intervensi Kepentingan Besar
Mengingat nilai tambang ilegal mencapai ratusan miliar rupiah, aktor-aktor yang terlibat bukan orang sembarangan.
Kedatangan mendadak Herman Fu ke Kejati Babel adalah momen penting dalam dinamika penegakan hukum kasus tambang ilegal di Bangka Belitung. Namun tanpa keterbukaan informasi dari Kejati, publik akan terus berspekulasi dan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga hukum bisa semakin tergerus.
Pertanyaan utama yang masih menggantung:
Apa yang dilakukan Herman Fu selama dua jam di ruang penyidik?
Mengapa Kejati Babel bungkam?
Apakah ada proses hukum yang transparan, atau justru ada upaya penyelamatan?
Hanya Kejati yang bisa menjawab. Dan publik terus menunggu. (red).








