Oleh: Bangdoi Ahada
OPINI, BFC — Hari ini, 21 November 2025, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung resmi berusia 25 tahun.
Sebuah usia yang dalam ukuran manusia sudah memasuki masa dewasa masa ketika seseorang sudah tahu arah hidup, sudah punya pijakan, dan mulai memetik hasil dari kerja keras bertahun-tahun.
Sayangnya, itu belum sepenuhnya berlaku bagi provinsi muda bernama Bangka Belitung.
Dua puluh lima tahun lalu, para pendiri dan inisiator pemisahan dari Provinsi Sumatera Selatan menanam harapan besar, agar Babel tumbuh mandiri, ekonominya maju, masyarakatnya sejahtera, dan keadilan menjadi warna utama di Negeri Serumpun Sebalai ini.
Dengan sumber daya alam yang melimpah, siapa yang tak yakin cita-cita itu?
Timah—emas abu-abu yang bertabur hampir di setiap jengkal tanah Babel—selama puluhan tahun menjadi tulang punggung ekonomi.
Dari darat, sungai, rawa, hingga laut, aktivitas tambang tak pernah tidur.
Itu belum termasuk kekayaan laut: ikan, cumi, udang, rumput laut—surga biota yang harusnya memberi limpahan berkah.
Ditambah lagi potensi pariwisata bahari yang di tempat lain bisa menjadi mesin ekonomi utama.
Singkatnya, Babel punya semua syarat untuk menjadi provinsi kaya. Tapi mengapa rakyatnya tidak ikut kaya? Nah loh..?
Provinsi Kaya, Tapi Rakyatnya…?
Di usia 25 tahun, hanya segelintir warga yang benar-benar menikmati kekayaan negeri ini.
Triliunan rupiah berputar, tapi hampir semuanya mengalir kepada kurang dari 50 orang cukong saja.
Sementara itu, banyak warga hidup dengan pendapatan di bawah satu juta per bulan.
SDA diambil habis-habisan, laut rusak, pariwisata memudar, tapi kesejahteraan rakyat tak kunjung merata.
Lalu di mana para pemimpin negeri ini? Apa saja program mereka? Apa yang mereka kerjakan selain mengurus pencitraan, hobi, dan kadang maaf nafsu pribadi?
Babel berusia 25 tahun, tapi terlihat seperti provinsi yang kehilangan arah dan cita-cita para pendirinya, yang saat ini sudah banyak pulang ke Illahi Rabbi.
Mengapa Bisa Begini?
Ada beberapa jawaban yang rasanya sulit dibantah:
1. Kelemahan tata kelola dan pengawasan SDA
Timah adalah berkah besar, tapi selama puluhan tahun ia dikelola seperti halaman belakang rumah, semrawut, tak transparan, dan penuh kepentingan.
2. Kepemimpinan yang tidak visioner
Banyak pemimpin lebih sibuk pada kekuasaan jangka pendek daripada pembangunan jangka panjang.
3. Ketergantungan berlebihan pada timah
Ketika dunia berubah dan SDA menipis, Babel seperti kehabisan bahan bakar cadangan.
4. Minim inovasi ekonomi dan industri
Padahal sektor bahari dan pariwisata bisa menjadi penggerak ekonomi baru yang lebih bersih dan inklusif.
Lalu, apa yang Seharusnya Dilakukan Pemimpin Babel?
Jika ingin Babel benar-benar dewasa pada usia ke-26 tahun nanti, para pemimpin dari gubernur hingga wali kota dan bupati harus berani mengambil langkah tegas:
1. Melakukan reformasi besar-besaran tata kelola timah.
Transparan, terukur, berbasis manfaat sebesar-besarnya bagi rakyat.
2. Berhenti bergantung pada timah.
Kembangkan ekonomi biru (kelautan), hilirisasi perikanan, dan pariwisata bahari yang berkelanjutan.
3. Membangun industri kreatif dan UMKM secara massif.
Bukan sekadar pelatihan seremonial, tapi pendampingan nyata kepada masyarakat hingga pelosok desa.
4. Investasi besar pada pendidikan dan teknologi.
Agar generasi muda tidak hanya jadi penonton dalam tanah kelahirannya.
5. Pemimpin harus hadir, bekerja, dan mendengar.
Bukan sekadar muncul saat acara dan foto-foto serta berselancar di facebook, instagram dan tik tok saja.
Bagaimana Harusnya Sikap Masyarakat?
Masyarakat Babel juga tidak boleh menyerah. Jangan hanya pasrah pada keadaan atau menunggu belas kasihan penguasa.
Sikap kritis, partisipasi, dan memilih pemimpin dengan rekam jejak adalah kunci.
Negeri ini terlalu kaya untuk dibiarkan miskin.
Beranilah Belajar dari Daerah Lain
Provinsi lain bergerak cepat—membangun sistem, memperkuat pelayanan publik, menata kota, menarik investasi, dan memastikan rakyatnya merasakan perubahan.
Pertanyaannya, mengapa Babel tidak?
Apakah para pemimpin di sini tidak mau belajar? Atau tidak peduli?
25 Tahun Berlalu, Saatnya Membalik Halaman Baru
Harapan tetap ada. Dengan potensi besar dan doa masyarakat yang tak pernah putus, Babel bisa kembali ke relnya.
Pemimpin yang disumpah atas nama Allah seharusnya ingat tanggung jawab mereka, menyejahterakan rakyat secara adil dan merata.
Semoga pada ulang tahun ke-26 nanti, senyum masyarakat Babel semakin manis, tawa semakin lepas—bukan karena pasrah, tapi karena benar-benar merasakan perubahan.
Karena dengan segaka anugerah yang telah Allah tebarkan, rakyat Babel layak sejahtera.
Karena negeri ini terlalu kaya untuk hanya menguntungkan segelintir orang. Semoga. (red).)






