BFC, BANGKA TENGAH— Sudah satu bulan pasca penggerebekan gudang timah milih Bos Achau oleh Satgasus Halilintar, hingga kini Bos Achau dan istri tidak dikenakan sanksi apapun.
Hanya pasir timah milik Bos Timah warga Desa Kayu Besi Kecamatan Pangkalan baru ini saja yang disita Satgasus Halilintar.
Sedangkan Bos Achau dan istrinya Leni, masih bebas tanpa ada sanksi hukum. Padahal, penggerebekan pasir timah di gudang milik Achau, ini dikarenakan hasil dari penambangan illegal.
Satu bulan lalu, tepatnya tanggal 22 September 2025, Satgasus Halilintar menemukan sekitar 20 ton pasir timah di gudang penampungan pasir timah milik Achau dan istrinya Leni, di Desa Kayu Besi (Air Mesu) Bangka Tengah.
Penyitaan sekitar 20 ton pasir timah ini memicu gelombang pertanyaan dari masyarakat, kemana asal dan tujuan pasir tersebut, dan apakah Achau Leni Leni diproses secara hukum?

Informasi yang dihimpun Tim Media ini, operasi penggerebekan dilakukan oleh Tim Satgasus Halilintar pada 22 September 2025 di gudang yang terletak di Kayu Besi.
Hasilnya ditemukan puluhan ton pasir timah yang dikemas sebagai barang bukti.
Beberapa sumber menyebut jumlah barang bukti mencapai 20 ton. Laporan lapangan juga menyatakan ada dokumentasi foto dan video saat penyitaan berlangsung Satgasus di Gudang Timah Achau.
Keberadaan pasir timah ini diketahui dari warga sekitar dan aktivis lingkungan setempat yang menyatakan kecurigaan kuat bahwa pasir timah tersebut berasal dari kegiatan penambangan dan pengumpulan secara ilegal.
Mereka menuntut agar aparat penegak hukum menindaklanjuti kasus ini secara transparan dan tegas, termasuk menjerat pemilik gudang bila terbukti melakukan penimbunan atau penjualan bahan tambang ilegal.
“Kok hanya timah saja yang disita. Bagaimana dengan pemilik barang, kok tidak ditahan atau diproses hukum. Kan illegal,” ujar Tom warga sekitar gudang timah Achau, yang meminta identitas disamarkan.
Selain mempertanyakan sanksi hukum terhadap Achau dan Leni, masyarakat juga menyoroti komunikasi publik dari satgas yang melakukan penggerebekan.
Mereka meminta keterangan resmi yang lengkap: kapan penggerebekan dilakukan, siapa pihak yang ditetapkan tersangka (jika ada), bukti administrasi kepemilikan, serta langkah lanjutan penyitaan dan penahanan.
Kekosongan informasi dinilai berisiko menimbulkan spekulasi dan berita liar di masyarakat jika tidak segera dijelaskan secara obyektif oleh Satgasus Halilintar.
Dari penelusuran Tim Media ini, diketahui bahwa barang bukti telah diamankan dan berada di tangan pihak berwenang untuk penyelidikan lebih lanjut. Namun, sampai saat ini belum ada pernyataan publik yang menyatakan status hukum Achau atau Leni—apakah ditetapkan tersangka, hanya saksi, atau belum ada tindakan lanjutan yang diumumkan. Hal inilah yang menjadi sumber pertanyaan publik.
Kasus ini diyakini tidak berdiri sendiri, belakangan wilayah Bangka Belitung marak diberitakan terkait upaya penyelundupan dan penimbunan pasir timah, termasuk penangkapan di beberapa titik serta operasi penggagalan pengiriman.
Kasus gudang Kayu Besi dengan 20 ton barang bukti memperkuat persepsi adanya jaringan distribusi yang memerlukan penyelidikan menyeluruh, termasuk kemungkinan keterlibatan pihak lain (kolektor, pengepul, atau fasilitas smelter).
Warga meminta agar proses hukum dilakukan bila bukti memadai; keadilan harus berjalan tanpa pandang bulu.
Satgas dan aparat diminta segera merilis keterangan resmi yang komprehensif (bukan sekadar foto atau potongan video) agar publik mendapat kepastian dan rumor bisa ditekan.
“Harus transparan, kalo memang disita, kemana barang sitaan, mengapa disita, dan bagaimana dengan pemilik barang. Agar sesuatu yang baik bisa menjadi lebih baik,” tukas Tom. (red).


 
											




