BFC, BANGKA TENGAH – Klaim dukungan mayoritas masyarakat Bangka Belitung (Babel) terhadap pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Pulau Kelasa bak petir di siang bolong bagi warga Desa Batu Beriga, Lubuk Besar, Bangka Tengah. Di tengah isu penambangan laut Beriga yang masih menghantui, rencana pembangunan PLTN justru menambah bara kekhawatiran. Sebagai bentuk perlawanan, masyarakat menggelar “Rembuk Kampung,” sebuah forum musyawarah untuk menyuarakan penolakan mereka terhadap proyek kontroversial tersebut.
Rembuk Kampung yang dihelat pada Jumat, 31 Oktober 2025, di Gedung Kesenian Desa Batu Beriga, menjadi ajang konsolidasi bagi warga yang merasa suara mereka selama ini diabaikan.
Acara ini dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat, mulai dari nelayan, petani, tokoh adat, hingga pemuda-pemudi desa.
Semangat kebersamaan dan tekad untuk mempertahankan Pulau Kelasa dari ancaman PLTN begitu terasa dalam setiap diskusi.
Ahmad Subhan Hafiz, Direktur Eksekutif WALHI Kepulauan Bangka Belitung, yang turut hadir dalam Rembuk Kampung, menjelaskan bahwa inisiatif ini murni berasal dari keresahan warga.
Minimnya sosialisasi dan informasi yang simpang siur mengenai pembangunan PLTN membuat masyarakat merasa perlu untuk mengambil sikap.
“Memang inisiatif dari warga terkait memang adanya proses ataupun rencana pembangunan PLTN di Pulau Gelasa, nah sementara memang dalam pengetahuan masyarakat di sekitar tempat PLTN itu belum cukup proses pembangunan tersebut,” ungkap Ahmad Subhan Hafiz.
Lebih lanjut, Ahmad Subhan Hafiz menjelaskan bahwa Pulau Gelasa memiliki nilai konservasi yang sangat tinggi dan merupakan bagian tak terpisahkan dari ruang hidup masyarakat Desa Batu Beriga.
Pulau ini bukan hanya menjadi sumber mata pencaharian bagi nelayan, tetapi juga rumah bagi berbagai jenis flora dan fauna yang dilindungi.
“Pulau Gelasa itu kan menjadi sebuah entitas juga menjadi bagian dari ruang hidup masyarakat di Desa Batu Beriga karena memiliki empat nilai konservasi tinggi dan salah satunya selain menjadi ruang hidup dia juga punya beragam keanekaragaman hayati yang dilindungi,” imbuhnya.
Sementara itu, Jorgi, seorang pemuda Desa Batu Beriga yang aktif menyuarakan penolakan PLTN, menegaskan bahwa Rembuk Kampung merupakan wujud nyata dari kesepakatan masyarakat untuk menolak pembangunan PLTN.
Penolakan ini bukan tanpa alasan, melainkan didasari oleh kekhawatiran akan dampak negatif yang ditimbulkan oleh PLTN terhadap lingkungan dan kehidupan sosial masyarakat.
“Masyarakat desa batu beriga melakukan rembuk warga membahas tentang rencana pembangunan PLTN di pulau gelas. Dalam rembuk warga tersebut, masyarakat desa batu beriga sepakat menolak rencana pembangunan PLTN tersebut. Penolakan rencana pembangunan PLTN bukan tanpa sebab, pulau gelasa yg dimana akan di jadikan tempat pembangunan PLTN oleh PT thorcon power merupakan wilayah konservasi dan tempat nelayan desa batu Baruga bahkan dari luar desa batu beriga untuk mencari ikan dan tempat berlindung, disitu juga merupakan habitat penyu dan aneka ragam flora dan fauna lainnya,” tegas Jorgi saat di hubungi newsharian.com, Sabtu (1/11/2025)
Selain itu, Jorgi juga menyoroti bahwa PT Thorcon Power, perusahaan yang berencana membangun PLTN di Pulau Kelasa, belum memiliki pengalaman dalam mengoperasikan reaktor nuklir. Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan mengenai kesiapan dan kemampuan perusahaan dalam menjamin keselamatan dan keamanan PLTN.
“Kita tidak hanya berbicara soal aspek kearifan lokal saja, namun dalam aspek energi pun PT thorcon melakukan riset independen yang dimana wilayah tersebut bukan wilayah tapak yang di tetapkan oleh Pemda Babel.
Perlu diketahui juga bahwa rencana pembangunan PLTN Gelasa oleh PT thorcon merukan reaktor nuklir pertama milik PT thorcon, PT thorcon power ini belum memiliki reaktor sama sekali di wilayah lain. Tentu ini harus kita perhatikan juga, bahwa energi yg dibawa oleh PT thorcon ini merupakan energi baru, bukan terbarukan,” paparnya.
Lebih lanjut, Jorgi mempertanyakan klaim bahwa 85% masyarakat Babel mendukung pembangunan PLTN.
Ia meminta Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) untuk bersikap transparan dan objektif dalam memberikan izin pembangunan PLTN, serta mempertimbangkan aspirasi dan kekhawatiran masyarakat Desa Batu Beriga.
“Dalam pengambilan keputusan terhadap rencana pembangunan PLTN masyarakat meminta BAPETEN objektif dalam melihat situasi dan resikonya, sebagaimana fungsi BAPETEN,” pungkasnya.
Rembuk Kampung ini menjadi momentum penting bagi masyarakat Desa Batu Beriga untuk menunjukkan bahwa mereka tidak akan tinggal diam melihat Pulau Kelasa dirusak oleh pembangunan PLTN.
Suara penolakan ini diharapkan dapat didengar oleh pemerintah dan pihak-pihak terkait, sehingga pembangunan PLTN dapat ditinjau kembali demi menjaga kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.(red).







