Ketua DPRD Babel Sorot 25 Hektar di Luar HGU PT Sawindo Kencana di Pemerintah Desa Tempilang

oleh

BFC, PANGKALPINANG — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) guna membahas implementasi kebun sawit plasma untuk masyarakat, khususnya terkait sengketa lahan 370 hektare di luar HGU (Hak Guna Usaha) perusahaan.

Rapat yang berlangsung pada Senin, 3 November 2025, di Ruang Badan Musyawarah (Banmus) DPRD Babel ini dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Didit Srigusjaya, didampingi Wakil Ketua Eddy Iskandar dan sejumlah anggota dewan lainnya.

RDP ini turut dihadiri perwakilan masyarakat, Camat, perwakilan desa, Ketua Asosiasi Kepala Desa Bangka Barat, dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

Dalam rapat tersebut, Ketua DPRD Babel Didit Srigusjaya menyoroti temuan penting terkait lahan tersebut.

Didit Srigusjaya menyampaikan bahwa berdasarkan masukan dari masyarakat Kecamatan Tempilang, Camat, perwakilan desa, dan BPD, disimpulkan bahwa pada tahun 2018 telah terjadi nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) antara PT Sawindo Kencana dengan perangkat desa. MoU tersebut menyepakati adanya kontribusi dari lahan seluas 370 hektare di luar HGU perusahaan.

“Jadi hal ini kan sudah disampaikan oleh masyarakat Kecamatan Tempilang, ada Pak Camatnya, ada perwakilan desa, ada Ketua Asosiasi Kepala Desa Bangka Barat dan BPD. Kita simpulkan bahwa ternyata ada MoU 2018 antara PT Sawindo Kencana dengan perangkat desa,” ujar Didit Srigusjaya.

Menurut Didit, dalam MoU tersebut disepakati pembagian hasil dengan komposisi 65% untuk perusahaan dan 35% untuk masyarakat. Perusahaan juga memiliki niat baik untuk menyerahkan sepenuhnya pengelolaan lahan tersebut kepada pemerintah desa pada tahun 2030.

Namun, Didit menyayangkan bahwa setelah hampir enam tahun berjalan, prosesnya tidak pernah ada realisasi yang berarti. Ia menilai perusahaan tidak menunjukkan etika baik. Oleh karena itu, Didit menyatakan bahwa pemerintah desa meminta agar lahan 370 hektare di luar HGU tersebut segera diserahkan langsung kepada pemerintah desa.

Selain membahas implementasi MoU, RDP ini juga menyentuh aspek hukum dan usulan pengelolaan lahan.

Terkait kontribusi dana yang dihasilkan dari MoU, Didit mengungkapkan adanya masalah hukum. Ia menyebut bahwa saat ini pihaknya akan berkoordinasi dengan Polres Bangka Barat, mengingat informasinya dana tersebut sudah dalam tahap penyidikan. Didit mempertanyakan alokasi dana 35% untuk perusahaan, karena dana 65% yang menjadi hak pemerintah desa belum digunakan.

“Sisi lain dari MoU itu ada masalah hukum. Inilah yang akan kita koordinasi lagi kepada pihak Polres Bangka Barat. Informasinya sudah dalam tahap penyidikan. Pertanyaan saya, 35% itu untuk pemerintahan desa, bagaimana dengan perusahaan? Artinya, ini plasma masyarakat. Jangan sampai pemerintah desa saja yang harus disalahkan, tapi kita minta ini ada sebuah solusi juga,” tegasnya.

Di akhir RDP, muncul usulan dari Desa Terbilang terkait lahan seluas 25 hektare yang berada di luar HGU tetapi masih dalam kawasan perusahaan. Masyarakat desa meminta agar dapat bekerjasama mengelola lahan tersebut.

Didit Srigusjaya berkomitmen untuk menyampaikan usulan ini segera. Ia menjelaskan bahwa pada pukul 14.00 WIB di hari yang sama, dirinya akan menghadiri pertemuan di Kantor Gubernur untuk menyampaikan permohonan kerjasama pengelolaan lahan 25 hektare tersebut kepada perwakilan perusahaan yang hadir.

“Insyaallah jam dua ini akan saya sampaikan dengan perwakilan. Karena jam dua nanti ada pertemuan di Kantor Gubernur.(red).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.