BFC, BELITUNG — Gelombang dugaan praktik jual-beli lahan tambang kerap kali mengguncang Babel.
Kali ini, sorotan mengarah pada oknum anggota DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung berinisial MM alias Ta, yang diduga menjual lahan tambang seluas 40 hektare di Dusun Aik Mungkui, Desa Bulu Tumbang, Kecamatan Tanjungpandan, Kabupaten Belitung.
Ta diduga menjual lahan kepada pengusaha ternama setempat disebut bernama Ationg.
Padahal, lahan tersebut berada dalam wilayah izin usaha pertambangan (IUP) milik PT Timah Tbk, anak usaha BUMN di bawah naungan MIND ID (Mining Industry Indonesia).
Secara hukum, kawasan itu merupakan milik negara yang dikelola untuk kepentingan tambang, bukan untuk dijual atau dialihkan kepada pihak pribadi.
Politisi Menjual Lahan Negara
Informasi yang dihimpun menyebutkan, transaksi antara Ta dan Ationg mencapai nilai sekitar Rp 3 miliar.
Lahan yang semula masuk wilayah tambang kini telah ditanami sawit, lengkap dengan Surat Keterangan Tanah (SKT) sebagai bukti penguasaan.
Langkah itu jelas bertentangan dengan hukum, sebab tanah di bawah konsesi IUP tidak dapat diterbitkan SKT ataupun dijadikan objek jual-beli. Hal ini diatur secara tegas dalam:
Pasal 134 ayat (1) UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), yang menyebutkan bahwa setiap kegiatan di wilayah izin usaha pertambangan harus mendapat izin dari pemegang IUP.
Pasal 33 UUD 1945 dan UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria (UUPA) yang menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam dikuasai oleh negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, bukan individu.
Dengan demikian, perbuatan menjual atau mengalihkan lahan tambang kepada pihak swasta, terlebih oleh seorang pejabat publik, dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan kewenangan dan pelanggaran terhadap aset negara.
Lahan itu memiliki luas sekitar 40 hektare, informasinya ada SKT.
Diam Seribu Bahasa.
Sementara itu, hingga berita ini diterbitkan oknum Anggota DPRD Babel MM alias Ta yang merupakan dari Dapil Belitung, belum memberikan klarifikasi. Sempat dikonfirmasi pada Rabu (15/10/2025), Ta sempat membalas konfirmasi yang disampaikan tim media ini.
“Sudahlah, santai ajaklah kau mendingan awak ketemu aku aja,” ujar Ta, tanpa menjelaskan posisi dirinya yang dituding menjual lahan eks tambang kepada Ationg.
Tim media ini sempat kembali mengkonfirmasi pada Rabu (5/11/2025), namun Ta tidak merespon konfirmasi hingga berita ini diturunkan.
Tiga Pelanggaran Berat yang Mengintai
Informasi yang dihimpun media ini, tindakan yang dilakukan oknum dewan Ta ini bisa menjeratnya dengan tiga lapis pelanggaran hukum berat:
1. Pelanggaran atas UU Minerba, karena menggunakan lahan tambang untuk kegiatan non-tambang tanpa izin resmi dari PT Timah.
2. Pelanggaran terhadap UU Pokok Agraria dan PP No. 24 Tahun 1997, karena menerbitkan atau menggunakan SKT di atas tanah negara.
3. Pelanggaran terhadap UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari KKN, karena memanfaatkan jabatan publik untuk kepentingan pribadi.
Jika benar anggota dewan ikut
memperjualbelikan atau memfasilitasi lahan tambang, itu bukan sekadar pelanggaran etika, tapi sudah masuk kategori penyalahgunaan wewenang dan potensi tindak pidana korupsi.
Ketika Legislator Jadi Pelaku
Kasus ini memperlihatkan bagaimana celah politik dan kekuasaan sering dimanfaatkan untuk menguasai sumber daya alam di Bangka Belitung. Di tengah lemahnya pengawasan terhadap aset negara, oknum pejabat justru menjadi aktor utama dalam “privatisasi terselubung” lahan tambang.
Padahal, sebagai wakil rakyat, seorang anggota DPRD terikat oleh Kode Etik DPRD dan UU No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) yang menuntut pejabat publik menjaga integritas, menghindari konflik kepentingan, dan tidak menggunakan jabatannya untuk kepentingan pribadi atau golongan.
Tindakan Ta, jika terbukti benar, bukan hanya mencederai hukum, tetapi juga menghancurkan kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif Babel.
Publik kini menunggu ketegasan PT Timah Tbk, MIND ID, dan aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus ini.
Jika dibiarkan, praktik serupa akan terus berulang lahan negara berpindah tangan, pejabat kaya raya, rakyat hanya jadi penonton.
Kasus dugaan jual beli lahan tambang oleh oknum DPRD Babel menegaskan urgensi reformasi pengawasan aset negara di sektor pertambangan. Berdasarkan hukum yang berlaku, setiap pejabat publik yang terlibat dalam transaksi atau penguasaan aset negara tanpa izin sah, harus diproses pidana dan diberhentikan dari jabatannya. (JB/Dedy).







