Oleh: Bangdoi Ahada
BFC, OPINI — Bangka Belitung tidak sedang kekurangan cerita soal tambang ilegal. Yang langka justru keadilan.
Bertahun-tahun, timah digasak tanpa ampun. Lubang menganga di mana-mana, hutan habis, sungai rusak, laut tercemar.
Yang kenyang bukan rakyat, melainkan para cukong—yang kini hidup tenang di luar negeri, meninggalkan Bangka Belitung dengan luka yang panjang.
Dalam situasi itulah Satgas Halilintar hadir. Dan harus diakui, kehadirannya sempat menjadi angin segar.
Untuk pertama kalinya, ada rasa aman bagi penambang legal. Aset PT TIMAH mulai diselamatkan. Kolektor ilegal ketar-ketir. Negara terasa hadir.
Namun, sejarah penegakan hukum di Bangka Belitung selalu mengajarkan satu hal, ujian terberat bukan saat memulai, melainkan saat kepercayaan mulai tumbuh.
Beberapa minggu terakhir, isu miring mulai beredar. Di Belinyu, Pugul, Merbuk, Sarang Ikan, hingga Toboali, mulai muncul bisik-bisik, seolah-olah ada tambang baru, kolektor baru, bahkan aktivitas ilegal yang “dibekingi”. Istilahnya, beking lama ditangkap, kini muncul bekingan baru si penangkap.
Benar atau tidak, isu ini sudah telanjur beredar dan perlahan menggerus kepercayaan publik.
Di titik inilah Satgas Halilintar berada di persimpangan jalan.
Jika isu ini dibiarkan, maka kerja keras berbulan-bulan akan runtuh oleh persepsi. Jika ditangani setengah hati, fitnah bisa berubah menjadi “kebenaran” versi publik.
Tetapi jika dihadapi dengan terbuka, tegas, dan berani, Satgas Halilintar justru bisa naik kelas, dari sekadar penindak, menjadi simbol integritas.
Apa yang Harus Dilakukan Pimpinan Satgas Halilintar?
Pertama, buka ruang klarifikasi resmi dan transparan.
Diam adalah bahan bakar isu. Pimpinan Satgas perlu menyampaikan secara terbuka, apa yang benar, apa yang tidak, dan langkah apa yang sedang diambil. Publik Bangka Belitung tidak bodoh—mereka hanya ingin kejujuran.
Kedua, audit internal tanpa kompromi.
Jika ada oknum di tubuh Satgas yang bermain api, jangan dilindungi. Justru tindakan tegas akan menyelamatkan nama besar Halilintar. Tidak ada institusi yang hancur karena bersih-bersih, yang hancur adalah yang menutup-nutupi yang kotor.
Ketiga, penindakan harus konsisten dan merata.
Tidak boleh ada kesan “tajam ke bawah, tumpul ke atas”. Siapa pun kolektornya, siapa pun cukongnya, jika ilegal—tindak. Konsistensi adalah musuh terbesar fitnah.Keempat, libatkan publik dan mitra legal.
Penambang legal, mitra PT TIMAH, tokoh masyarakat, bahkan pers—harus diajak melihat langsung kerja Satgas. Ketika banyak mata ikut mengawasi, ruang gelap akan menyempit.
Kelima, tindak tegas penyebar fitnah jika terbukti bohong.
Jika isu ini murni upaya adu domba atau balas dendam para cukong yang terusik, maka hukum juga harus hadir untuk melindungi aparat negara yang bekerja lurus.
Menjaga Nama Baik Lebih Sulit daripada Membangunnya
Nama Satgas Halilintar terlanjur harum di awal kedatangannya. Justru karena itu, ekspektasi publik kini lebih tinggi.
Bangka Belitung tidak butuh pahlawan sesaat. Yang dibutuhkan adalah penegakan hukum yang tahan godaan, tahan tekanan, dan tahan fitnah.
Halilintar masih punya kesempatan besar untuk membuktikan satu hal, bahwa mereka datang bukan untuk mengganti cukong lama dengan cukong baru, melainkan untuk memutus rantai kejahatan yang sudah terlalu lama membelit timah Bangka dan Belitung.
Jika itu berhasil, maka isu akan gugur dengan sendirinya.
Sebab kebenaran yang konsisten selalu lebih keras dari gosip yang berisik. Semoga. (red).






