BFC, BANGKA TENGAH — Ketika gelombang penolakan terhadap rencana Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Thorcon terus menguat di masyarakat, berbagai komunitas dan ruang publik, Pemerintah Kabupaten Bangka Tengah justru terkesan bersikap permisif dan tanpa klarifikasi tegas saat perusahaan yang kontroversial itu ikut terlibat dalam kegiatan publik kabupaten yakni Bateng Fun Run 5K 2025 yang digelar di Alun-Alun Kota Koba.
Ajang olahraga lari 5 kilometer itu dipromosikan sebagai langkah pemda memperluas ruang publik sehat dan mempererat kebersamaan dengan masyarakat. Bupati Bangka Tengah, Algafry Rahman, menilai kegiatan itu sebagai pendekatan pembangunan berbasis partisipasi masyarakat serta sport tourism.

Namun di balik tagline positif tersebut, kehadiran nama PT Thorcon Power Indonesia sebagai salah satu sponsor atau pihak yang terkait dengan kegiatan tersebut memunculkan kritik tajam publik. Logo dan keterlibatan Thorcon bahkan terlihat terpampang di kaos acara, memicu pertanyaan serius: Apakah kegiatan olahraga ini justru menjadi alat pemasaran citra perusahaan di tengah kontroversi PLTN.
Sejak rencana PLTN di Pulau Gelasa mencuat, berbagai elemen masyarakat menyatakan penolakan terhadap proyek tersebut, mengkhawatirkan potensi risiko keselamatan dan dampak lingkungan jika PLTN benar-benar dibangun.
Alih-alih mengakomodasi suara skeptis tersebut, keterlibatan Thorcon pada Fun Run justru dipandang sebagai bentuk soft power perusahaan untuk membangun citra positif dan keakraban dengan warga, sementara masih belum ada kejelasan transparan tentang bentuk kerja sama serta batasan peran perusahaan dalam event publik.
Kalangan warga mempertanyakan sikap Pemkab yang tidak memberikan penjelasan terbuka mengenai alasan atau mekanisme keterlibatan pihak swasta dari sektor energi kontroversial dalam event yang seharusnya netral bagi masyarakat umum.
Perwakilan masyarakat Bangka Tengah melihat bahwa Fun Run seharusnya menjadi kegiatan yang sepenuhnya netral, fokus pada kesehatan dan kebersamaan warga. Tetapi ketika perusahaan yang tengah dirundung isu besar seperti Thorcon muncul sebagai sponsor atau partner, maka makna publik dari kegiatan itu berubah menjadi potensi “greenwashing” sosial, even ini diduga menjadi alat untuk mengubah persepsi masyarakat terhadap PT Thorcon yang punya kepentingan dala mega proyek PLTN.
Ini terjadi di tengah fakta bahwa proses izin PLTN masih dipertanyakan dari sisi tata ruang dan dukungan publik yang kredibel. Bahkan beberapa pernyataan masyarakat menolak PLTN justru tidak diakomodasi secara efektif oleh pemerintah daerah, disisi lain pihak PT Thorcon seperti dikasih wadah untuk menebar citra positif lewat event yang diselenggarakan Pemkab Bangka Tengah.
pertanyaan besar muncul, apakah pantas sebuah event publik yang didukung oleh pemerintah daerah memiliki keterlibatan dari perusahaan yang masih bermasalah secara politik dan sosial di wilayah yang sama. Bagaimana Pemkab menjamin bahwa kegiatan olahraga tidak justru dimanfaatkan sebagai strategi pemasaran perusahaan?
Di tengah penolakan warga terhadap PLTN yang masih berlangsung, tindakan Pemkab Bangka Tengah terkesan lemah dan kurang tegas dalam mempertahankan netralitas pemerintah terhadap isu sensitif. Alih-alih memperkuat dialog publik, pemerintah daerah justru membuka ruang bagi pihak swasta yang kontroversial untuk “berbaur” dengan masyarakat lewat event publik, sementara belum ada penjelasan terbuka tentang batas dan maksud keterlibatan tersebut.
Ketua Forlab Bangka Tengah, Eka Putra mengatakan, Sejumlah masyarakat menilai keterlibatan PT Thorcon Power Indonesia dalam event publik yang difasilitasi pemerintah daerah mencederai etika dan netralitas negara dalam isu sensitif.
“Kami menolak PLTN, tapi pemerintah daerah malah memberi karpet merah kepada perusahaan nuklir lewat acara publik. Ini bukan soal lari 5 kilometer, ini soal etika dan keberpihakan. Ketika masyarakat belum diberi ruang dialog yang jujur, Pemkab justru membantu mencuci citra perusahaan yang ditolak warganya sendiri. Ini bentuk pengkhianatan terhadap suara rakyat.” ujarmya
Eka menilai Pemkab Tengah telah melampaui batas kewenangan moralnya.
“Pemkab seharusnya berdiri bersama rakyat, bukan menjadi humas perusahaan nuklir. Menampilkan logo Thorcon di acara pemerintah sama saja melegitimasi proyek PLTN yang ditolak masyarakat. Ini bukan sport tourism, ini pencitraan korporasi dengan fasilitas negara,” pungkasnya.(Tim/JB).
Editor: Bangdoi Ahada








