Disaat Air Limbah Sawit Merendam Kebun Rakyat: PT Bukit Permata Estate dan Aparat Lingkungan Bungkam

oleh

BFC, BANGKA BARAT, — Suara warga Dusun Jelitik Desa Ibul kini menggema di tengah genangan air kotor. Di balik kebun sawit yang hijau milik PT Bukit Permata Estate (PT BPE) anak usaha dari Grup Sinar Mas tersimpan cerita getir tentang pengelolaan air yang sembrono dan kelalaian yang merugikan masyarakat sekitar.Minggu (2/11/2025).

Sudah sejak lama kebun milik warga tergenang setiap kali hujan turun. Air yang mengalir deras dari kanal buatan perusahaan meluap dan membanjiri kebun sawit yang bersebelahan dengan kebun perusahaan.
Sementara itu, pihak perusahaan diam. Aparat lingkungan pun seolah menutup mata.

Askep PT BPE, David P. Napitupulu, disebut sebagai sosok yang bertanggung jawab dalam tata kelola kebun. Namun hingga kini, David memilih bungkam seribu bahasa.
Berulang kali dikonfirmasi oleh media, baik soal limbah air maupun kewajiban plasma 20 persen bagi masyarakat sekitar, tidak satu pun pernyataan keluar darinya.

“Belum ada tanggapan, apalagi mau menyelesaikan keluhan kami,” keluh Ilan, warga Dusun Jelitik yang kebunnya bersebelahan dengan area perusahaan.
Warga menilai, sejak kepemimpinan David, manajemen air di kebun PT BPE justru semakin buruk.

Kanal pembuangan yang baru dibuat bukannya mengalirkan air ke arah aman, malah dialirkan ke saluran alami yang melintasi lahan masyarakat. Akibatnya, setiap hujan deras, air meluap deras ke kebun warga.

“Kalau hujan dua jam saja, kebun kami banjir. Air datang dari arah kebun PT BPE. Ini jelas salah kelola,” ujar Jali (52), mantan Ketua Kampung Jelitik yang ikut mendampingi warga memeriksa lokasi kanal.
DLHK Provinsi Babel: Janji Tanpa Aksi
Tidak hanya perusahaan, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung juga ikut dalam lingkaran keheningan.

Petugas penegakan hukum (Gakkum) DLHK, Ayubi, sempat berjanji akan berkoordinasi dengan atasan untuk menindaklanjuti keluhan warga.

Namun hingga berita ini diturunkan, tak ada langkah nyata di lapangan.

“Sudah hampir dua minggu sejak janji itu, tapi tak satu pun petugas datang memeriksa kanal. Mereka seolah menunggu waktu reda dengan sendirinya,” ujar warga lain dengan nada kecewa.

Kewajiban Plasma Tak Kinjung Datang
Selain masalah limbah air, warga juga menyinggung janji plasma 20 persen yang menjadi kewajiban perusahaan sesuai regulasi perkebunan.
Namun, alih-alih mendapatkan hak, masyarakat justru hanya menerima genangan.

“Plasma itu hak kami, tapi sampai sekarang tidak jelas. Yang datang justru air limbah yang bikin rugi,” kata Ilan geram.

Persoalan ini menegaskan satu hal: negara gagal melindungi rakyatnya dari dampak buruk korporasi besar.

Pemda Bangka Barat, yang seharusnya menjadi penengah dan pelindung masyarakat, belum menunjukkan langkah konkret.

“Kami ini masyarakat Bangka Barat. Mestinya dilindungi oleh Pemda, bukan dibiarkan tenggelam karena salah urus perusahaan besar,” tegas Ilan.

Kasus ini bukan sekadar soal air tergenang ini tentang hak rakyat atas lingkungan yang sehat dan tanggung jawab sosial perusahaan yang diabaikan.

Diamnya Askep PT BPE dan lambannya respon DLHK menjadi gambaran nyata lemahnya penegakan aturan lingkungan di daerah.

Hingga kini, masyarakat Dusun Jelitik masih berharap ada langkah nyata dari DLHK, Pemda Bangka Barat, dan manajemen PT BPE, bukan sekadar janji atau klarifikasi tanpa aksi.

Tim investigasi akan terus menelusuri dugaan pelanggaran tata kelola lingkungan dan kewajiban plasma di PT Bukit Permata Estate.

Rakyat berhak tahu siapa yang bertanggung jawab atas genangan yang merugikan mereka — dan sampai kapan pemerintah akan terus diam. (red).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.